Pengertian umum jual beli bisa
disederhanakan pada devinisi ringkas yaitu suatu kesepakatan timbal
balik antara para pihak, yang satu (penjual) menyetujui untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang yang dikuasai dan pihak lainnya
(pembeli) menyetujui untuk membayar harga yang telah disepakati dengan
sejumlah uang, surat berharga senilai uang atau barang yang bisa
diuangkan sebagai imbalan dari perolehan atas hak tersebut. Kedua belah
pihak sama-sama bersepakat atas imbal balik atau pertukaran kepemilikan
yang saling melindungi dan diikat oleh dasar hak dan kewajiban
masing-masing. Jual beli dapat dilakukan secara lisan, tertulis, bawah
tangan dan juga dalam bentuk notariil notaris atau pejaebat yang
berwenang.
Umumnya jual beli dengan cara
lisan dilakukan karena para pihak menganggap jual belinya telah selesai
atau tuntas dan dianggap cukup, tidak perlu ada bukti yang diberikan
kepada para pihak. Pada praktek lain jual beli dibuat secara tertulis
dengan tujuan untuk dijadikan sebagai alat bukti, baik ada sengketa
maupun tidak. Jenis jual beli yang dilakukan secara tertulis bisa
dilakukan dan dianggap sah dengan cara dilakukan di bawah tangan,
istilahnya. Akan tetapi ada pula yang dilakukan secara notariil di
hadapan notaris maupun pejabat yang berwenang tergantung dari seberapa
berharga nilai dan kepentingan dilaksanakanya jual beli tersebut bagi
para pihak yang melakukannya. Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur
perincian jual beli dalam pasal 1457.
Kewajiban Penjual dan Pembeli
Bagi pihak penjual ada dua
kewajiban utama yaitu: Pertama, menyerahkan hak milik atas barang yang
diperjual belikan kepada pembeli. Kedua, menanggung akibat jika
ditemukan cacat-cacat tersembunyi. Sebagaimana disebutkan di dalam
paasal 1459 Kuh Perdata kewajiban yang utama dari penjual adalah
menyerahkan barang yang telah dijualnya kepada pembeli dan dalam pasal
1491 Kuh Perdata penjual berkewajiban untuk menanggung atas barang yang
dijualnya tersebut dan menanggung dari cacat-cacat yang tersembunyi.
Sementara bagi pembeli kewajiban
pokoknya adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Kewajiban utama pembeli
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1513 Kuh Perdata adalah membayar
harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah ditetapkan
menurut perjanjian. Kewajiban ini bersifat mutlak untuk dipatuhi, karena
jika terjadi keterlambatan ataupun pengingkaran dapat dikategorikan
sebagai keadaan wan prestasi yang berakibat tertentu bagi perjanjian
jual belinya.
Teknis Akta Jual Beli Properti
Semenjak Undang-undang No. 5
Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dinyatakan berlaku tanggal 24 September
1960, diantaranya mengatur jenis-jenis hak atas tanah, peralihannya,
pembenahannya dan surat tanda bukti haknya, maka dasar bagi
dilaksanakannya jual beli properti dalam bentuk tanah dan bangunan yang
melekat di atasnya menjadi semakin kuat. Bahkan dasar pemilikan atau
bukti hak tentang rumah susun pun telah diatur Undang-undang No.
16/1985) sebagai perbaikan sebelum berlakunya UUPA tersebut berlaku yang
mengatur jual beli tanah dan bangunan cukup dilakukan di hadapan kepala
desa, kepala suku atau cukup di bawah tangan. Pada pelaksanaannya
dihadirkan dua orang saksi dalam jual beli dimaksud, dan bilamana para
saksi itu terdiri dari kepala desa dan seorang anggota pemerintah desa
atau lainnya dipungut uang saksi sebanyak 1 % yang dikenal dengan
istilah pologoro desa.
Dewasa ini pelaksanaan akta jual
beli properti makin disempurnakan demi keamanan, kepastian dan saling
melindungi bagi kedua belah pihak yang melaksanakannya. Pejabat Notaris
dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) bertugas membantu memudahkan dan
memberi jaminan rasa aman yang kuat dalam akta jual beli properti.
Adapun dasar bagi pejabat notaris sebagai pihak yang membuatkan akta
jual beli diatur dalam Pasal 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang
Peraturan Jabatan Notaris, disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Runtutan dan tatacara pelaksanaan
akta jual beli properti di hadapan notaris biasanya bisa dimulai dari
tindakan sebagai berikut:
1. Penjual datang ke kantor pajak
untuk ditentukan jumlah pajak yang harus disetor/berdasarkan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) dan kantor pajak akan memberikan Surat Setoran Pajak
(SSP)
2. Penjual membayar ke Bank yang telah di tentukan atau ke kantor pajak.
3. Bukti setoran pajak dan sertifikat asli dibawa ke Notaris/PPAT
4. Notaris/PPAT akan meneliti subyek hukum sebagai penjual, apa betul-betul orang yang berhak atas tanah tersebut.
5. Bila harus mewakilkan kepada
seorang kuasa, maka kuasa itu harus dinyatakan secara tertulis di atas
kertas bermaterai cukup dan bila diperlukan bisa dimintakan dalam bentuk
Surat Kuasa yang disahkan di Notaris setempat.
6. Memperlihatkan sertifikat
tanah yang asli diperiksakan ke kantor BPN, dalam hal tanah belum
didaftarkan dalam buku tanah kantor BPN, maka sebagai pengganti
sertifikat tanah, harus diserahkan surat keterangan pendaftaran tanah
dari kantor BPN setempat.
7. Menyerahkan IMB dan gambar blue print (tergantung kebijakan di masing-masing daerah)
8. Menyerahkan foto copy KTP penjual suami dan istri dengan menunjukkan aslinya
9. Menyertakan surat persetujuan dari suami/istri
10. Menyerahkan foto copy Kartu Keluarga
11. Menyerahkan foto copy KTP pembeli
12. Dibuatkan akta jual-beli oleh notaris dan masing-masing pihak menerima salinannya.
0 Response to "Kenali Akta Jual Beli Properti"
Post a Comment